Goodbye, I love you

image

Goodbye, I love you
Author : Midnight Fairy
Length : Oneshot
Genre : Hurt
Rating : General
Cast(s) :
Sulli
Cho Kyuhyun

This Fanfiction Orginal of
my mine !
Don’t like, don’t Read. Be
smart readers, right?

****

Ini kedua kali aku sekarat karena alasan yang serupa. Orang-orang itu pergi sekehendak jidat dan
otak kecil mereka. Memberi cahaya kerlip bintang yang membuatku melambung dan akhirnya membuang seperti sampah jalanan yang terinjak-injak kaki kotor manusia. Sakit? benar-benar sakit hingga aku lupa, kapan terakhir kali air mataku kering.

Dia, orang yang berjanji tak akan ada hal yang ditutupi, ternyata menyimpan hal besar yang bisa membuatku berdarah. Dia, lelaki yang selalu kuletakkan diatas segalanya terhadap perasaan lelaki lain, akhirnya menggantiku untuk perempuan lain. Tidak adil! Ia melupakan semua keindahan yang kuberikan dulu.

Saat tersadar dari tidur dengan mimpi-mimpi yang tak jauh dari kenyataan—kisah tragis hidupku—mataku tak berhenti berair. “Sulli- ya,
apa kau baik-baik saja?” Suara lembut Sungmin berhasil membuat kelopak berat mataku terbuka. Aku tau mereka
sangat khawatir. Tapi, aku bukan gadis yang bisa berperan apik dengan topeng senyuman.

Di sela kediamanku, dia hanya bisa menghela napas di balik pintu. Pergi dengan langkah teramat pelan.

Dengan sisa tenaga, aku mengangkat punggung patahku. Terduduk lemas seraya tertunduk, menangkup seluruh wajah. Aku sadar, takkan ada gunanya terus-terusan seperti orang gila yang terkurung dalam sel penjara.

Suara hentakan pintu lantas saja membuat kepalaku
berpaling. Aku yakin itu Siwon dengan tubuh betonnya. Kakak satu-satunya yang kumiliki. Dia bukan pria sembrono dan gegabah yang sangat suka masuk ke ruangan pribadi orang lain tanpa permisi. Choi Siwon, lelaki hampir sempurna itu teramat mengerti membaca situasi. Dan seperti sekarang, saat dimana logisku memencar dan berubah menjadi kepingan-kepingan kegilaan, satu katapun belum terlontar dari bibir tipisnya. Ia paham, tidak ada gunanya memberi nasehat manis yang kapan saja bisa kumuntahkan ketika itu.  Aku hanya butuh waktu untuk membiasakan diri dengan kesakitan itu.

Belum ada persetujuan atas ketukan tersebut, langkah kaki Siwon terdengar. Celana selutut yang mengekspos betis jenjangnya bisa saja membuat wanita lain terpesona. Aroma coklat panas merebak, sedikit memberi sensasi tenang. Aku menatap sayu padanya yang dibalas dengan senyuman tipis.

Siwon duduk di pinggir tempat tidur sembari mendekatkan cangkir beruap manis, “Kau pasti lelah semalaman menangis.”
Badanku mengikuti posisi duduk Siwon. Menjatuhkan kaki hingga menyentuh lantai. Bahkan, lantai ini terasa sangat dingin sampai ke tubuh.

Ia mengarahkan lagi coklat panas diselingi senyuman teduh. “Aku tidak haus.” Penolakan itu dibalas dengan rekahan bibir lagi.

“Aku memberikan ini bukan berharap menghilangkan kehausanmu, tapi menenangkanmu.” Kutatap iris mata kecoklatan Siwon yang menenangkan. Ada lingkaran hitam di bawah kelopak matanya. Dia kelelahan tetapi terus saja bertindak menjadi sosok kakak super untukku.

Ketika malam tanpa bintang dengan deras hujan pertahananku luruh tatkala mendengar berita mengenaskan dari Sungmin. Aku menangis sejadi-jadinya. Takkan ada yang tau jika aku terisak kala air langit itu jatuh dengan derasnya. Gadis mana yang akan tersenyum jika lelaki pilihannya akan menapaki hidup baru bersama wanita lain, mengikat janji sehidup semati di depan altar pernikahan. Dan ini bukan pertama kali! Lagi-lagi pilihan itu salah besar. Aku memilih mereka, tetapi mereka membuangku. Namun, orang di depanku ini lebih memilih mendengarkan tangisanku beserta gemericik hujan.

Aku tau Siwon semalaman menjagaku di balik dinding. Khawatir dengan caranya sendiri.

“Penelitian sudah membuktikan jika coklat bisa merubah wajah itik buruk rupa menjadi putri angsa cantik,” guraunya tanpa mengindahkan tatapan malasku.

“Tidak lucu, Choi Siwon.”
Aku mengeras seraya merunduk pilu. Tak peduli dengan hiburan kata-kata badutnya.

Ia menghela, “Aku jadi lebih khawatir pada nasibku sendiri.” Sentak kepalaku
berputar, memandang bingung. Rambut-rambut halus yang menambah maskulinitasnya menyebar di area
dagu, menarik mataku untuk menilik. Aku baru sadar jika kakakku ini jauh lebih tampan dibanding pria jahat itu. Bahkan, seribu lebih baik daripada lelaki yang membuatku sakit sekarang.

Mengerti dengan pandangan ingin tahuku, Siwon meraih tangan kananku. Meletakkan cangkir yang kehangatannya berpindah pada
tangan dinginku. “Aku khawatir, jika seumur hidup tidak pernah mendengarmu memanggilku kakak.” Ia berceloteh seolah penyiar radio. Hanya tatapan miris yang kuberikan saat ia memindahkan kesepuluh jariku untuk menangkup gelas harum coklat dipangkuan.

“Maaf. Aku hanya belum bisa—”

It’s ok! Jangan merasa terbebani.” Tawaan renyah Siwon terasa ganjil. Enam tahun sejak ayah membawanya ke depan kami, aku belum pernah sekalipun menyebutnya kakak.

Aku menyayanginya? Benar. Bagaimanapun, walau berbeda ibu, kami tetap satu darah. Ada rasa bersalah, tapi keterkejutanku atas kejadian kebohongan ayah yang terkatup rapat bertahun-tahun lamanya, masih berbekas hingga sekarang.
“Minumlah. Ini cangkir ketiga yang Sungmin buat untukmu. Dua cangkir sebelumnya hampir saja basi karena terlalu lama menunggumu.”

“Ada apa dengan kalian? Aku tidak apa-apa. Sungguh! Jangan memperlakukanku seperti balita.” Bohong! Aku memang bukan balita melainkan wanita lumpuh. Tapi, semua aneh. Kasih sayang atau rasa kasihan, benar-benar bermuka sama saat ini.

Alam benar-benar tidak bisa direka. Semalam, gemuruh hujan hampir saja menenggelamkan kami.
Sekarang, matahari dengan Teriknya membuatku gerah. Untuk kali ini, aku benar-benar tidak menginginkan sinar menyilaukan itu menguasai kegelapan kamar. Bukankah gelap lebih serasi dengan kehidupanku?

“Sulli, aku tidak akan menyuruhmu melupakan.” Siwon kembali memulai percakapan sebelum akhirnya ia berkali-kali berhembus napas lelah—mencoba mencari kata-kata yang pantas. Aku masih menatap air cokla pekat digenggaman sampai suara merdu Siwon terdengar kembali. “Kau harus memilih, bangkit atau terus-terusan terpuruk karena roman picisan tak berkesudahan ini.” Jari panjang Siwon kini telah berada di kepalaku. Mengusapnya penuh kasih seolah aku adik kecil yang butuh nyanyian tidur.

Kata-kata Siwon terdengar benar, tapi terasa menyakitkan. Apa diantara pilihan itu, tidak satupun yang membiarkanku bisa
disisi pria tersebut? Itu bukan pilihan, melainkan keharusan menghadapi fakta yang tak bisa kurelakan.
“Tidak semudah itu, Won-ie. Anggap aku bodoh. Tapi, bertahun-tahun lamanya kami berhubungan meski tak lagi sebagai pasangan, perlakuannya padaku sedikitpun tidak berkurang. Dia sudah berjanji tidak ada yang ditutupi. Dia sudah bersumpah
akan membagi semuanya. Dan sekarang, hal sebesar ini, aku pun harus tau dari orang lain.” Suara serakku berakhir pada tundukan miris.

Air mata menetes lagi. Jatuh bercampur coklat panas bercangkir putih.

Siwon mengubah posisinya ke depanku. Berlutut menyejajarkan badan proporsionalnya. “Jika kalian bukan lagi pasangan,” Usapan hangat tangannya saat menghapus air mataku makin membuat mata berkubang. Dia selalu seperti ini. Aku adik yang tidak tau terima kasih, dan selalu mengabaikan lelaki sempurna seperti dia.

“Jadi, seperti apa hubungan kalian?”

Pertanyaan telak itu
sontak membuatku memandang Siwon. Sejak kapan orang ini berubah menjadi
hakim, yang bisa memberikan
pertanyaan, pernyataan lugas? Aku terperangah. Kata-kata sedikit itu hampir membuatku pening. Kesadaran
akan sosokku dimata Kyuhyun lantas saja terbuka lebar seperti ruangan
gelap yang pertama kali bertemu pelita.

“Kami—kami. Entahlah!”
Buru-buru meletakkan cangkir ini ke meja sebelah. Kembali meringkuk dibalik selimut, membelakangi manusia berhati malaikat ini. Aku bukan gadisnya tapi juga bukan sekedar
teman. Jadi, siapa aku untuknya?
Kenapa sesakit ini bila kami hanya hubungan kosong?

Tarikan napas letih Siwon
terdengar jelas. Mungkin saat ini, ia hampir menyerah menghadapi kekanakanku.

Oppa, terima kasih.”
Meski berucap lirih, gumamanku terasa seperti teriakan dikamar sunyi ini. Dia pasti berbalik dan menatap punggungku antusias.

“Terima kasih tak lelah disisiku selama ini, Siwon Oppa.”
Pria itu pasti tersenyum
dengan khasnya. Seringaian manis yang bisa saja membuat wanita-wanita melantang kagum.

“Kau tetap akan menjadi
Sulli walau tanpa Kyuhyun. Ingat dan berusahalah.” Ucapan patrotik Siwon sempat membuat bibirku melengkung sampai akhirnya seretan pintu
tertutup, menggema.

                            ****

Aku masih tak ingin
melangkah dari kamar Membiarkan kesakitan menyesak di dada.Sedikitpun tidak ingin menyingkap tirai penghalang sinar matahari. Terduduk menekuk lutut seraya memandang arah
jendela yang semakin redup.

“Sulli, bisa aku masuk?”
Aku tersentak. Suara
amat kukenal itu lantas saja membuat kepalaku tertoleh. Tanpa membalas, aku berlari kearah pintu. Menahan dan
seketika mengunci kamar. Tidak
sekarang. Aku benar-benar belum siap.

Mendapati perlakuanku,
ia meronta, memutar paksa kenop
perak itu. “Apa yang kaulakukan? Cepat buka! Aku harus memberitahumu
sesuatu.” Aku rindu lengkingan
marahnya.

Kakiku lunglai. Meringsut
menghadap pintu. “Apa?
Memberitahuku jika kau akan
menikah? Memberitahuku seberapa bahagia dirimu?” Dia jahat, terlalu
jahat untuk kadar sebagai manusia biasa.

“Maaf aku tidak
memberitahumu. Aku hanya tidak
mampu. Aku takut Sulli. Takut jika kau membenciku. Kau pasti akan meninggalkanku.”

“Tapi aku sudah
membencimu!” Emosiku memuncah. Tak sadar jika tanganku sudah manghantam
pintu.

“Hentikan! kau bisa
menyakiti dirimu sendiri!” Lagi-lagi ia memutar paksa kenop pintu.

“Aku lebih sakit jika kau
di sini.”

“Sulli, aku mohon.” Nada
suara Kyuhyun merendah. Ia mengerang frustasi. Membuat kayu pembatas kami sedikit berdentum. Entahlah apa yang
ia lakukan. Seperti hentakan kepala pada pintu kamar. Disaat seperti ini, aku masih menghawatirkan tindakan
sembarangnya.

“Pergilah, Cho Kyuhyun.
Kau akan sibuk dengan pernikahanmu itu.” Demi Tuhan, kata pernikahan itu
terasa seperti duri kecil yang tertanam bertahun-tahun di dagingku.

“Sulli, maafkan aku.
Pernikahan itu kehendak ibu.” Suara Kyuhyun terdengar dekat. Dia terduduk didepanku, hanya saja terhalang kayu
lebar ini.

“Ah, ya. Ibumu. Nyonya
besar Cho. Apa kabarnya? dia pasti bertambah cantik karena
pernikahanmu. Haruskah aku
memberimu selamat? Apa wanita itu sangat cantik?” Jari-jariku gemetar. Berapa lama lagi waktu yang kubutuhkan untuk menempatkan Kyuhyun sebagai lelaki istimewaku sebelum dia berubah menjadi lelaki
wanita lain?

“Aku menyayangimu.”
Suara Kyuhyun terlampau serak hingga aku tak yakin itu dia.
Dia menyayangiku tapi
tidak mencintaiku. Itulah alasannya ia menikah, bukan?

“Kenapa harus orang lain
yang memberi kabar itu? Apa kau
mengerti bagaimana rasanya menjadi orang idiot yang tak tahu apa-apa? Aku bukan apa-apa ‘kan. Bukan teman
atau siapapun.”

“Kau tau segalanya. Kau
paham siapa aku dan siapa dirimu
dimataku. Kita bersahabat, bukan? Aku menyayangimu seperti menyayangi ibu.
Maaf karena dulu aku mencintaimu, kau jadi seperti ini. Kau pasti merasa
terikat. Maaf, berapa kali aku harus minta maaf agar kau tidak sakit?”

Dan semua lontaran-
lontaran asamnya hanya bisa kutelan. Bersahabat? Aku seperti ini karena persahabatan yang agung itu? Dia
mencintaiku, dan itu dulu. Tapi, dulu dan sekarang aku mencintainya. Ini
benar-benar tidak adil!

“Jangan berbicara
tentang cinta dengan wanita lain, jika besok kau akan menikah.”

“Dengarkan. Pernikahan
tak akan merubahku jika itu
untukmu.”

Aku mengerang perih.
Menekan dada yang terasa tertohok. Dia bodoh! Pernikahan tetap merubah
segalanya. Dia bersama gadis lain di tempat tidur. Dia memeluk tubuh wanita lain, bukan aku! Dan kertas- kertas sialan yang meresmikan
pernikahan, bukan tertulis atas
namaku. Lantas, apa yang tidak
berubah! Jika berakhir seperti ini, harusnya kita saling melupakan sejak
kata cintanya berakhir, bukan saling merangkul hingga perasaan terlampau
jauh.

“Cho Kyuhyun—” Kuraba
sekat didepanku dengan mata
terpejam. Berangan-angan jika
wajahnya yang kuraih.

“Pergilah. Ambil apa yang kau inginkan. Lupakan aku, lupakan kita.” Kelopak mataku kali ini melebar dengan tetesan air asin.

“Aku tidak bisa melupakanmu jika kita masih bertemu. Kau tau, sejak dulu sampai detik ini aku mencintaimu.” Aku menekan rahang sekuatnya. Tidak ingin harga diri semakin amblas karena isakan dan
penuturan cinta.

Di sudut sana Kyuhyun terdiam. Tak ada sergahan atau balasan akan pengakuanku. Atau
mungkin dia sudah pergi ke sisi calon istrinya.

“Aku menyakitimu terlalu dalam, Sulli,” gumamnya dengan suara yang amat miris. Penyesalan
terdalamku adalah perpisahan kami. Penyesalan terdalamnya adalah mengenalku.

“Maaf.” Ada jeda dari ucapannya yang setiap saat
mengirisku. Maaf dan maaf tidak bisa membuat pernikahan Kyuhyun terhenti.
Sebanyak maaf yang terujar, tidak akan membuat kisahku berbalik ke masa hanya ada aku dan Kyuhyun.

“Dan aku juga masih mencintaimu.”

Aku terkesiap mati di sini. Jantungku sentak berdentum hebat. Desiran emosi yang membuatku gemetaran sukses menghentikan
pergerakan. Dan apa yang harus dilakukan sekarang? Percuma! Beribu kata cinta detik ini, tetap menjadi kesakitan jika bayang-bayang takdirnya dengan wanita lain sudah terpampang jelas.

Lama membiarkan pernyataan Kyuhyun memutari logisku sampai akhirnya tersadar. Aku mencintainya dan dia mencintaiku. Lantas, dimana letak kesalahannya hingga kami tak bisa bersama?

Tanpa berpikir panjang, aku meraih kunci dengan gemetar. Berharap jika sosok itu masih terduduk di sana. Belum. Masih ada waktu sebelum ia benar-benar milik wanita
lain.

“Kyu—” Hilang. Kyuhyun sudah menghilang.

Aku berlari mencarinya seperti wanita gila yang kehilangan harta. Dia memang hartaku. Harta yang akan diambil paksa orang lain.

“Kyu… Tolong berhenti,” memelas dengan doa dalam hati.
Ini sudah lima meter dari rumah dan aku masih belum menemukan pria itu. Dia benar-benar pergi. Kyuhyun meninggalkanku.

“Berhenti melakukan hal bodoh.” Eratan pada pergelangan tangan membuatku terhenyak. Suaranya masih sama, dan tetap membuatku berdesir. Ia membalik tubuhku
menghadap wajah putihnya. Aku merunduk, tak berani menatap mata elang Kyuhyun. Takut, jika aku jatuh cinta untuk kesekian kali pada pria ini.

Masih diselimuti kebisuan, Kyuhyun berlutut seraya menyematkan sepatu di kaki telanjangku.
“Kau selalu ceroboh, Sulli.” Halus sekali tindakan Kyuhyun pada kakiku. Penuh kesabaran meletakkan sepasang sepatu itu. Aku cemburu pada sepatu yang selalu terikat satu sama lain. Dan aku terlampau cemburu pada wanita yang akan menjadi pendamping hidupnya.

Dia mendongak, menatap wajah pucatku. “Aku tidak akan pergi sebelum melihatmu.”

Kupalingkan wajah, memandang arakan awan.“Jangan melihatku dengan wajah seperti ini.”

Sedetik kemudian, lengan
panjangnya sudah melingkar di
tubuhku. “Aku lelaki jahat ‘kan?
Mungkin karena itulah Tuhan tak
mengizinkanku mendapatkan wanita sebaikmu.”

Lelucon busuk! Aku
mengepal tanpa membalas pelukan Kyuhyun. “Berhenti berbicara. Semakin
kau berbicara, semakin sakit.”

“Sulli, kau harus
mengerti segalanya. Aku mencintai ibu,
dan dirimu. Tapi, sebesar apapun
tindakanku untuk membalas
pengorbanan ibu, tidak akan ada apa- apanya. Kau mengerti ‘kan?” Aku tertunduk tanpa
membenarkan.

“Semoga kau bahagia.”
Suara serakku menyiratkan semua kesakitan dan doa untuknya.

“Maaf membuatmu seperti ini.” Ia memelukku semakin erat. Tangan hangat Kyuhyun berubah beku. Kyuhyun melepas
dekapannya. Mengecup dahiku lama. Perasaan tulusnya menjalar lewat bibir ranumnya itu. Tanda perpisahan yang manis tetapi memilukan.

Dan sekarang, ia benar- benar pergi. Tubuhku roboh—terduduk lemah—dengan genangan air mata saat punggung itu perlahan menjauh.

Menatap nanar langkah kaki panjangnya menuju halte. Entahlah,mungkin ia sengaja tidak memakai mobil untuk menikmati kesendiriannya sebelum berdua.

Selamat tinggal. Aku mencintaimu sebagai Cho Kyuhyun. Berbahagialah. Mungkin hal itu juga bisa membuatku bahagia meski harus menelan pahit.

                          *End*

16 thoughts on “Goodbye, I love you

  1. Siwonnieee.
    Aigoo bner2 tipe oppa idaman.. #peyuksiwon
    Kkk

    Itu si kyu nya koq ngebiarin cintanya kandas sih?
    Aigooo.
    Sequel donk eon, biar sulli nya dtang k.pernikahan.a kyu, jd pngen tau perasaan.a gmana.
    Bca ff eon soalnya bisa bnyak ngerasain ‘berbagai rasa’ dalam cinta. Hehe

  2. ane slalu suka ma couple yg ini… critanya slalu mengharukan… kkkk

  3. annyeong, ak readers bru d blog ini dan ini story prtama yg aku bca. Aku ska bnget sm critax. Aplagi castx kyu sulli. Keep writing, thor ^^

  4. skedar saran nih, thor. Skali2 buat story kyu sulli yg happy end, dong. Ak jga udah bca “to the last “. Dan d situ jg sad end 😥 lain kali buat yg happy yah. Kan ksian kyu sulli nya, gak bsa breng2 trus 😦

  5. asdfghjkl 😦 😦 Umin yang malang 😥 Kawen jahat banget yah gak ngasih sedikitpun kesempatan buat Sungmin untuk melakukan sesuatu yang sedikit lebih berarti selain bikiinin kopi… *mewek*

    Angst, dan ini mewek banget 😥 Sukses kawen 🙂 Typo dikit ga papa lah ya XD
    Fighting!

  6. Wen la lamo dk baco ff kauuu ..sekali lagi aku dibikin nangis sm ff kau nih ..huhuks T___T kapan ssulkyu happy ending wen? T__T

    • oiiii!!! apo dio kabar? hhaaa
      Iyeee, klo KyuSull, gk pernah bisa bikin romantis haha

      • woooo jahat nian bik ;__;
        tapi dpp lah, makin angst makin ngeuna ..hahaha
        baek woyyy, cuma waktu aku ni la kacau nian, dk pck bagi waktu antara fangirling, bikin ff, baco ff, nonton samo makan semenjak profesi ners nih T__T

      • Samo iyo, bik -_-
        Kalo la begawe, bentrok galo jadwal
        Hhhhhhaaa
        Dk papo lah
        Bersakit” dahulu, tepar kemudian 😀 wkwkwkwk

      • mending kau tepar stlh bikin another kyulli ff 😉 *colek2* hihihi

Leave a comment