Destiny, Miss Hijab ( Last Sekuel Miss Hijab) Part 3

Untitled-1eeeewok2

–          Hanya satu yang terlintas dikepalaku

            Membunuh diriku sendiri

           Tapi jika hal itu benar-benar terjadi apakah kau akan kembali padaku ?

 

 

                        ****

 

Seberapa lama semburat kesedihan itu bertahan. Seberapa kuat hati menahan tusukan buas  perasaan. Bukankah Tuhan tak akan membiarkan hamba-Nya jatuh terlalu dalam? Allah Maha Besar. Maha Mengetahui melebihi kemampuan hamba-Nya.

Tirai biru semesta terpasung erat tatkala kelabu awan berlarik-larik menyelubung sang langit. Langit pelita itu kini sendu kelam. Seakan tak menghiraukan perubahan hati bumi, para anak camar  mendengung; mencicit meminta asupan induknya yang tak kunjung sampai. Tanpa peduli pada dua insan manusia yang masih terkungkung akan putaran  nasib yang memaksa mereka melepas rentetan kebahagian yang selama ini terkecap manis.

Ryeowook tak dapat percaya. Sekujur tubuhnya bergetar hebat. Ini mimpi, ini pasti mimpi! Tidak mungkin gadis itu menyakitinya sangat dalam. Bukankah mereka saling mencintai? Bukankah senyum Ryeowook adalah kebahagiaan Jae in? Dan tangis Jae in adalah kesakitan Ryeowook? Kiasan – kiasan indah itu  melayang; terbang tersapu kebenaran memilukan.

“ Wookie. Aku mohon,” lirih Jae in seraya menahan Ryeowook menyakiti dirinya sendiri.

“ TIDAK ! ini lelucon gila ! ini pasti mimpi buruk ! Jae in tolong bangunkan aku. Ini sangat menyakitkan.” Ryeowook meraup wajahnya keras. Berharap terjaga dari mimpi  busuk ini.

Ryeowook mendongak  ke arah Jae in. Menatap bak pengemis peminta-minta, berharap ini lelucon. Sedangkan Jae in hanya tertunduk pilu, tak berani menatap wajah miris pria didepannya. Jahat. Sangat jahat apa yang dilakukan Jae in. Tapi, alangkah lebih jahatnya jika Ryeowook mengetahui kebenaran pahit tentang pernikahannya dari orang lain. Akan lebih baik Ryeowook membencinya sekarang meskipun itu mengoyak jantungnya. Demi Tuhan, wanita itu adalah yang tersakiti sekarang.

Mianhae Wookie-ya.” Jae in masih tertunduk. Cairan bening bola matanya jatuh bebas membasahi rerumputan hijau. Gadis itu melirih amat pedih memandang rumput yang dulunya saksi indah cerita mereka, berganti menjadi kursi pesakitan baginya.

“ Demi Tuhan Jae in, lebih baik kau bunuh aku sekarang.” Batin Ryeowook melolong pilu meminta jawaban Sang Pencipta.

“ Wokkie-ya. Mianhae.. mianhae…” Perlahan lutut Jae in lemas. Bersujud pasrah bak hamba sahaya yang menyerahkan hidupnya didepan Ryeowook.

Ryeowook tersentak tak percaya mendapati gadis manis terjuntai hijab itu rela menurunkan harga diri; berlutut memohon maaf.

WAE?! Perbedaan lagi?!  Aku muak dengan semua celotehanmu tentang hal itu. Bukankah kita sudah berjanji? Kau pembohong!”

Jae in masih tertunduk lemas. Ini kali pertama Ryeowook berteriak lantang. Ia terisak diam menerima mentah-mentah semua hujatan pria itu. Tak apa-apa asalkan Ryeowook puas. Tak mendapatkan jawaban dari Jae in, wajah Ryeowook mengeras marah. Ia menyeka ujung mata seraya berdiri dengan sisa-sisa tenaga yang tersedot cepat karna kertas laknat tersebut. Ditatapnya sengit langit kelabu, seolah menantang hujan untuk datang.

Hening! Hanya ada hembusan nafas berat dan tetesan – tetesan air mata yang tak mengurangi sedikit saja rasa sakit. Ryeowook berpaling membelakangi Jae in. Tak sanggup melihat lebih lama gadis tercintanya itu mengemis.

“ Aku tak akan mempercayai semua ini. Pergilah sebelum setan diotakku merasuk. Jangan sampai terjadi hal yang aku dan kau tidak inginkan.” Kata-kata Ryeowook sukses membuat kepala Jae in terangkat. Nampak matanya telah lebam menahan isakan keras kejadian selama ini. Ia memandang sendu punggung rapuh Ryeowook. Punggung hangat itu sekarang sekarat!

“ Cepat pergi!” pekik Ryeowook beringas.

Tak ingin membuat Ryeowook marah, Jae in menegak dan berjalan menjauh meski terseok. Memaksa rangka yang telah patah untuk kembali tegak walau dengan mengikatnya. Sungguh! Perasaan gadis itu hancur lebur sejak kejadian pahit silam. Sampai sekarang, ia hanya berpegang teguh pada prinsipnya. Memasrahkan pada Tuhan Yang Esa.

Tubuh Ryeowook lemas. Seolah lutut seketika merapuh tatkala sendi-sendi pengeratnya terkikis asam bersenyawa kuat. Meringsut lemah diatas hamparan hijau tanaman liar ditengah bukit ini. Ryeowook meraung meratapi semua cerita yang berakhir tragis. Akhir? Benarkah berakhir? Gempalan tangan tak henti menghentak dada yang terlampau sesak. Berupaya mengeluarkan setan ‘tengik’ yang sukses menggerogoti paru-parunya. Perlahan pukulan Ryeowook memelan dan berganti desis tangisan.

“ Tuhan.. Aku belum menyerah! Keyakinanku takkan padam hanya karna lelucon takdir yang di agungkan ini. Engkau melihatkan? Engkau mendengarkan? Dia.. Dia yang mengajarkanku untuk terus mengingat Kebesaran-Mu. Dia mengajarkanku untuk terus percaya Keagungan-Mu. Tapi dia –” Bibir Ryeowook berdenyut kencang, tak sanggup meneruskan lafaznya. Masih dengan wajah tertadah langit, pria itu membekap erat gelegar rintihan isak tangis.

“ Bantu aku.. tolong aku..” Tersujud pasrah tubuh pria ini. Memelas belas kasih barang sedikit saja. Tampak bahu Ryeowook tak henti naik turun karna tangisan. Ia menyingkirkan semua harga diri seorang pria dalam filosofi dunia. Persetan ungkapan cengeng ataupun pecundang. Hatinya terlampau sakit sekarang.

Jae in. Dan gadis itu tak kuasa mempertahankan ketegarannya. Ambruk tepat saat Ryeowook bermunajat pedih. Ia mendengar, melihat, merasa dan kesakitan. Semua angan tentang kehidupan bersama Ryeowook luluh lantah dan tertinggal air mata kepedihan. Meraung dalam diam. Bersandar lemas pada batang kokoh pohon Oak tua. Air mata? Bahkan cairan asin itu mungkin telah kerontang. Hanya ada wajah kosong tanpa rona.

Astaghfirullah al ‘adzim.. astaghfirullah al ‘adzim .. Ya Allah Ya Karim. Ya Maliq Ya Qudus.” Lafaz lirih Jae in terdengar sayup. Semesta seakan ikut berdoa pada Sang Pencipta. Hanya kalimat-kalimat indah nan sakral tersebut yang bisa menghamburkan sekat derita.

****

                  Hancur. Hanya satu kata yang dapat menggambarkan nestapa takdir Kim Ryeowook. Wajah berseri beberapa jam tadi musnah dan berganti pucat. Terunduk lemah, sekarat. Ia berjalan seolah merayap, membiarkan orang lain beragumen gila tentangnya. Sesekali pria itu membatu di satu titik disertai suara desisan, tawaan dan ratapan mengalun lirih ditengah kerumunan orang yang berlalu-lalang. Persetan tatapan jijik, cecaran laknat manusia. Saat ini kegilaan itu mendominasi.

Kepala Ryeowook menengadah; memandang nanar rumahnya. Pulang dengan jiwa yang berhamburan. Berjalan terhuyung seraya mengusap kepala yang seolah terhantam beton.

” Wokkie-ya, kau baru pulang?” sapa Jong woon tatkala decitan pintu terdengar. Pria sedarah Ryeowook tersebut tersentak kaget mendapati adiknya datang dengan keadaan suram. Jong woon berlonjak dan menghempas lemah tablet pc ditangan.

“ Ada apa denganmu? Sejak kapan kau mabuk-mabukan hah!” Jong woon sigap meraih bahu Ryeowook. Mengatur keseimbangan tegak adiknya.

Hyung.. Apa aku terlalu kotor ? Apa aku bukan manusia pantas untuknya?” Ryeowook tersenyum getir. Nafas keras alkohol terendus nyata. Sedangkan Jong woon, hanya memincing bingung. Ada banyak pertanyaan terngiang. Toh, selama ini dan sejak mengenal Jae in adiknya sama sekali tak pernah menyentuh minuman beralkohol.

“ Kau bicara apa Kim Ryeowook?”

“ Haha! Benar-benar takdir gila! Aku sakit Hyung. Ini terlalu menyakitkan..” Tawa pilu dan diakhiri isakan. Bibir Ryeowook gemetar tatkala mengingat peristiwa silam. Ia meraup keras wajah, menyembunyikan jeritan tangis.

“ Wookie-ya. Menangislah, tidak apa-apa,” ujar Jong woon seraya merangkul memberi kekuatan. Mengusap lembut bahu rapuh adiknya. Dan Ryeowook benar-benar terisak keras. Menangis sesegukan didekapan saudara terkasihnya.

“ Hatiku sakit Hyung. Dia –” Ryeowook menghentak dada yang masih terasa sesak.

“ Dia membunuhku..” Terbata – bata bibir Ryeowook berucap.

Jong woon mendesah pelan. Meskipun tak mengerti sebab-akibat yang terjadi pada Ryeowook, tapi ia dapat merasakan kesakitan pria itu. Sebagai orang yang mengenal Ryeowook melebihi siapapun di dunia, menyayangi selayaknya menyayangi diri sendiri, Jong woon hanya bisa menjadi tiang penjaga kala Ryeowook rapuh.

Perlahan emosi Ryewook tenang. Ia terduduk bersandar seraya mendekap erat kedua lutut yang telah bekerja keras dihari ini. Seolah mempunyai penyakit kronis, Ryeowook menghindar dari segala macam kebisingan dunia. Menyumpal gendang telinga, memasung fikiran gila yang berakhir pada bayang wanitanya.

“ Minumlah,” ucap Jong woon memberikan secangkir coklat hangat. Wajah Ryeowook sontak tertegak memandang kakaknya. Meraih lemas cangkir kecil yang masih mengeluarkan uap hangat. Memaksa daging lembut disudut bibir untuk melengkung.

BRANG!

 

             Percuma! Bahkan untuk menggenggam sebuah benda kecil yang memiliki bobot ons pun tak berdaya. Coklat hangat itu tertumpah menggenang dilantai. Suara pecahan melantang ditengah keheningan. Ryeowook hanya memandang kosong serpihan-serpihan putih yang berserak. Perlahan tubuh kurusnya mendekat dan berupaya meraih bongkahan tajam tersebut. Dengan sigap, Jong woon menghentikan tangan Ryeowook. Menarik kembali tubuh pria itu sekaligus memandangnya sendu.

“ Sudahlah, biar aku yang bersihkan. Kau istirahatkah,” sergah Jong woon seraya menepuk hangat bahu Ryeowook.

” Istirahat? Jika aku istirahat, apa semua pahit ini akan menghilang?” Jong woon menghela nafas berat mendengar pertanyaan Ryeowook. Sesakit apa yang ia alami?

“ Hidup ini tak selalu manis Wookie. Semua hal adalah pembelajaran. Mungkin, ada kata yang tak bisa dipaparkan. Ada tindakan yang tak mungkin diungkap.” Seolah menonton kejadian dibukit tadi, Jong woon berbicara bijak. Tak ingin menyalahkan salah satu. Mendengar narasi Jong woon, sontak Ryeowook memandang lekat kakaknya.

“ Pembelajaran? Tak mungkin diungkapkan? Semua orang menganggap aku bodoh! Kalian seolah menempatkan aku pada lingkaran setan. Tak kunjung menemukan titik pelarian! Aku benar-benar letih Hyung. Tidak bisakah melihatku sebagai tempat berlindung? Dia! Satu-satunya wanita yang kupilih sekarang pergi! Pergi dengan alasan memuakkan. Apa itu yang tak harus diungkapkan?!”

Jong woon tertegun mendengar ungkapan hati Ryeowook. Sadar jika selama ini pria kecilnya menderita. Terasa diremehkan karna pelindungan orang lain. Pandangan sengit Ryeowook  seolah memaparkan kesakitannya. Jong woon mengusap lembut kepala Ryeowook, mencoba memadamkan api kemarahan.

“ Kau tau Wookie, kau pria hebat. Dulu ketika Appa dan Eomma pergi, kau tidak menangis terus-terusan sepertiku dan lebih memilih merangkulku. Ketika kau memilih jalan terjal bersama gadis cantik berhijab itu, aku sungguh kagum. Jadi, dimana letak kebodohannya? Jangan melihat sesuatu dari sisi hatimu saja. Lihatlah juga dari titik pandang orang lain. Tuhan memiliki kehendak-Nya.”

Ryeowook teramangu. Tak membenarkan ataupun menyergah ucapan Jong woon. Ryeowook memalingkan wajah dari Jong woon. Ia mengatup pelan mata, hingga tetesan air turun dalam sekali hentakan. Semoga. Hanya kata itu yang bergumam dihati.

“ Tidurlah. Bersihkan dirimu. Tubuhmu benar-benar bau soju. Hah! Adikku sekarang menyukai soju.”

Bibir Ryeowook tak bergerak untuk membalas ucapan kakaknya. Memilih menuruti kehendak Jong woon dalam diam. Tapi, ketika jemarinya menyentuh handle pintu Ryeowook membatu ditempat.

Hyung. Apa pernikahan itu permainan? Apa ketika yeoja yang kau cintai berkata akan menikah, kau akan menerimanya? Haruskah memberi selamat? Haruskah membiarkannya pergi dengan orang lain? Orang yang dulunya menjadi mataharimu kini menjadi gerhana dihidupmu. Tidakkah itu terlalu sadis ? Inikah takdir sesungguhnya?” Tanpa berniat mendengar jawaban, Ryeowook telah menghilang dibalik pintu kamar.

Demi Tuhan! Siapa manusia yang tak akan tertampar jika telinganya menangkap kata-kata memilukan tersebut. Bak samurai yang menancapkan katananya sendiri; membunuh diri sendiri karna kesalahan yang tak termaafkan. Begitulah saat Ryeowook menjelaskan pada Jong woon. Teramat ngilu menancap, menembus jantung. Dan Jong woon tak kuasa mengetahui kejadian tragis adik tercintanya. Tersandar lemas. Suara rintihan lagi-lagi menyayup lirih menghunus telinga dibalik sekat dinding.

“ Wookie-ya.. Kau sakit. Itu terlalu sakit.” Air mata Jong woon membutir pelan.

****

                 Area perumahan Jae in nampak ramai. Rumah berlantai dua tersebut terasa sibuk berbenah. Mengatur segala remeh temeh yang berkaitan dengan perhelatan sakral putri penghuninya. Kebahagian tergurat jelas dikedua orang tua Jae in serta Donghae. Sedangkan Jae in? Hanya mengurung diri dikamar, berbohong pada semua tentang keadaan lemahnya. Dan untuk hari ini, ibunya memaksa untuk pergi menghirup udara sejuk bersama calon suaminya.

“ Silakan masuk,” lontar Donghae membuka pintu mobil; mempersilahkan Jae in masuk. Jae in tersenyum seadanya membalas perlakuan Donghae. Sang  calon suami.

Disudut tempat, Ryeowook membatu tak berdaya menyaksikan situasi yang sukses membuat organ utama tubuhnya tertebas. Mengepal kuat telapak tangan, berharap letupan emosi berkurang. Ia menangkap Jae in bersama sosok pria tampan. Mata Ryeowook serasa pedih melihat wanitanya tersenyum untuk pria lain. Entah iblis apa berbisik, Ryeowook lantas menghadang mobil silver yang membawa Jae in dengan berani.

Donghae dan Jae in tersentak kaget. Decitan mobil memekik keras saat rem terinjak terburu. Wajah Jae in mendatar seketika, tatkala bisa memandang kembali mata bening Ryeowook. Dengan emosi, Ryeowook membuka paksa pintu mobil dan menarik lengan Jae in untuk keluar. Sontak semua yang berada dalam situasi tersebut tersentak bingung.

“ Wookie lepaskan!” seru Jae in seraya mengibaskan eratan Ryeowook.

“ Lepaskan? Sudah kubilang aku tak akan penah percaya dengan kata-katamu kemarin Choi Jae in!” Ryeowook melengking marah. Menatap sengit wajah tak percaya Jae in. Tak ada lagi tatapan hangat. Tak ada lagi ucapan ramah.

“ Kim Ryeowook. Aku sudah menyerah. Tidak bisakah kau mengerti? Aku letih !”

“ Mengerti? Kegilaan apa yang harus aku mengerti? Aku yang selalu harus mengerti sedangkan kau tak bisa mengerti?”

Mianhae. Tapi ini jalan terbaik yang aku pilih,” lirih Jae in terunduk dalam. Perasaan bersalah tak pernah sedetikpun lenyap bergelayut dihidupnya.  Ryeowook mendesah kasar. Bola matanya berputar, teramat pusing akan kejadian-kejadian diluar nalar ini. Ia mengeram seraya mengerat kasar rambut hitamnya. Melampiaskan puncahan emosi.

“ Arrgghh! Aku bisa gila karna ini! Ada apa denganmu? Dimana kata-kata untuk selalu menungguku? Dimana ucapan kasih itu?! Tolong jelaskan Jae in!”

“ Aku mohon.. Salahkan aku, salahkan semua padaku. Tapi semua tak bisa dihindari Wookie. Aku hanya ingin membahagiakan mereka. Membalas kasih mereka.”

“ Jika aku menyalahkanmu, apa semua akan kembali? Jika aku menyalahkanmu, apa sakit ini akan hilang?!” Ryeowook mengguncang tubuh Jae in meminta jawaban. Pertanyaan dari seluruh kepiluannya. Pertanyaan Ryeowook sukses membuat Jae in termangu. Tak bisa menahan genangan air mata untuk tak mengalir.

“ Berhenti! Cukup memperlakukan Jae in seperti itu!” Bak sang ksatria, Donghae menepis tangan Ryeowook. Tak tahan melihat perlakuan pria didepannya. Sejak tadi ia sadar siapa orang itu. Sejak melihat binar mata Jae in, ia tau persis peran pria ini.

“ Jangan ikut campur,” sengit Ryeowook dingin.

“ Jika tidak ingin dicampuri, perlakukan calon istriku dengan baik. Dia terlalu suci dan tak pantas kau perlakukan seperti itu. Ayo Jae in, jangan membuang waktu untuk pria kasar seperti dia.” Donghae meraih lembut bahu Jae in dan mengajaknya pergi dari situasi menyesakkan ini.

Kata-kata Donghae sukses meremas jantung Ryeowook. Calon istri? Kasar? Tak pantas? Seolah tersangka dalam pembunuhan, dunia mencibir Ryeowook. Dan akhirnya semua telah tamat bagi Ryeowook. Dan nyatanya, segala telah mati berbangkai untuk Ryeowook. Memandang gila punggung Jae in yang sebentar lagi akan menghilang. Sungguh! Jika bisa memilih ia ingin menghilang dari semesta. Tapi demi apapun! Ia sangat ingin memeluk hangat gadis itu.

“ Jae in! Choi Jae in! Haruskah aku bilang mencintaimu! Tolong tetaplah disini, Aku mohon!” Ryeowook memekik bak penggila. Kali ini semua kekuatannya hilang.

TBC

15 thoughts on “Destiny, Miss Hijab ( Last Sekuel Miss Hijab) Part 3

  1. Aku dataang~ xD
    Sumpah ane merinding n deg2an sendiri baca.a 😥

    Jgn hanya menilai sesuatu dari hatimu sndiri,, tpi nlailah dari sudut pansang org lain juga- geezz suka banget inii, aku merasa tertampar..

    Donghae-ya kau jhat sekali ><
    Knp susah skli, beda keyakinan 😦

    Jong woon itu yesung kah??

    • ahahahahah
      iye susah banget ye kalo beda keyakinan 😦
      kesian jae in

      ane suka ama jong woon nya doang 😛
      iyalah yesung sapa lagi? Masak melo -,- *toyor desty*

  2. ahhh bnr bnr samoe gk bsa berkta” daebak….

  3. Keren banget kata2nya, suka:-)

  4. tes tes tes di coba..hahaha , mskpn dah bca ttp aj ngenes plus mewek..TT

  5. Ane baca lagi dan nangis lagi. . . *cengeng ane masaaa.. -_-

    lanjutkan lah eon…Akhiri kisah ini meski dengan ending yang menyakitkan sekalipun *NGAREP HAPPY ENDING sih… 🙂
    ntah kenapa ane udah kaga tahan baca sequel” ini epep terlalu menyakitkan….

    Eh…DIKSImu itu Looooooh eon. . . . . . . . . . . . . . . . (y)

  6. Aq baca Part sebelum d page superjunior fanfiction, salam kenal……

  7. Argh…. Aku pingin nangis 😥 sumpah aku ga tau lg hrus koment apa,,; yg pasti ini ff daebak bnget eonni

Leave a comment