Destiny, Miss Hijab ( Last sequel part 2 )

Image

HAPPY READING !!

Demi Tuhan ada apa denganmu ??!

Tolong jawab aku, aku mohon. Apa kau sakit ?

Jae in-ah kau tidak apa-apa kan ?

Katakan sesuatu, kau kenapa ??!!

Ryeowook terus menunggu Jae in hingga tengah malam. Tubuhnya menggigil kedinginan. Ia bahkan tak membiarkan Jong woon menjemputnya. Wajah ryeowook khawatir. Jantungnya berdenyut tak beraturan. Fikirannya mengambang jauh. Dimana Jae in. Apa yang terjadi. Otaknya tak henti-hentinya bertanya. Jiwanya benar-benar tak tenang seakan mendapatkan firasat buruk.

“ Jae in-ah,” ucapnya lemah.

                        ___

 

–         Lelucon bodoh apa ini ?

Ini pasti mimpi !

Tapi mengapa terasa nyata. Sangat pedih.

 Seakan sembilu menusuk tepat dijantungku.

Tidak. Aku harus bangun dan berlari dari mimpi buruk ini. –

 

                        ****

Pekatnya malam bertabur lilin-lilin langit berkedip manja menerangi manusia di perjalanan gulitanya. Kertas putih itu kini berubah menjadi abu-abu. Perubahan warna tanpa kehendak. Tetaplah putih, tetaplah bersih. Jika dapat meminta, memohon, bahkan berlutut.

Tubuh yeoja itu masih menegang meskipun telah memasuki hitungan jam sejak kejadian pahit itu.  Hujan air matanya tak berhenti mengalir deras. Gemuruh kepedihan memekik keras. Dadanya terlalu sesak untuk membiarkan oksigen memasuki paru-paru. Sedangkan namja penyelamatnya, hanya menatap perih melihat wanita yang selama ini ia cintai meratapi kesialannya. Jika ia bisa memilih, biarlah kesakitan wanita ini berpindah padanya.

Ya, Donghae laki-laki yang mencintai Jae in sepenuh jiwanya sejak dulu. Laki-laki yang membiarkan hatinya patah ketika wanita itu memutuskan mengakhiri hubungan. Hubungan yang digadang-gadangkan atas dasar perjodohan. Tapi ia tetap tersenyum teduh membiarkan Jae in berlari bebas menggapai  impian dan cintanya. Jae in sadar, sangat sadar betapa beruntungnya ia mendapatkan hati laki-laki istimewa seperti Donghae. Tapi bukan manusia jika tidak memilih. Pilihannya sekarang adalah ryeowook. Hanya Ryeowook.

“ Jae in masuklah ahjumma pasti menghawatirkanmu.”

Hening. Wanita itu tetap tegap berdiri di depan pintu rumah. Memandang  kosong tanpa arah. Tubuhnya seakan tanpa nyawa. Jika bukan karna Donghae yang memapahnya, mungkin sekarang wanita itu masih terkapar membiarkan pekatnya udara menyapu kesakitannya.

Kreekk. Kali ini Dongahe bertindak. Jari-jarinya menyentuh perlahan kenop pintu emas didepannya. Sedikit keraguan tersirat. Bagaimana reaksi eomma Jae in jika melihat anak gadis nya berpenampilan mengenaskan seperti sekarang. Bagaimana respon appa Jae in saat mengetahui kejadian memilukan yang menimpa anaknya. Ya, terlalu banyak pertimbangan di fikiran Donghae.

“ Donghae-ya kapan kau datang,” sapa eomma Jae in ramah.

Assalamu’alaikum ahjumma,” balas Donghae seraya mencium lembut tepi tangan wanita paruh baya yang masih cantik itu.

Dan mata wanita itu beralih pada anak gadisnya yang masih berdiri tanpa tenaga di belakang mereka. Menunduk tanpa bisa berucap satu katapun. Wanita itu memandang bingung sekaligus terperanjat melihat anaknya dengan tampilan tak seperti biasanya. Tanpa jilbab terjuntai di kepalanya. Pakaian lusuh dengan sedikit sobekan-sobekan mengerikan. Apa yang terjadi ?!

Jiwa sang Ibu seketika berubah cemas. Wajahnya pucat saat tetesan air mata Jae in membasahi karpet bernuansa alam itu.

Chagi waeyo ?!” sergah eomma Jae in panik seraya mengguncang tubuh anaknya. Dan balasan Jae in hanya diam. Membiarkan cahaya lampu menyilaukan menyorot kepedihannya.

Ahjumma biar saya yang jelaskan. Jae in perlu istirahat,” ucap Donghae lembut berusaha menenangkan. Ia meraih lengan rapuh yang telah dimakan usia itu.

Sedangkan Jae in tanpa ba bi bu melangkah terseok menuju kamarnya. Kaki nya berusaha sekuat tenaga pergi meninggalkan ibunya dengan sejuta pertanyaan besar di kepala wanita paruh baya tersebut. Perlahan-perlahan menapak gundukan-gundukan tangga yang menghalangi menuju ruang privasi. Bukankah hanya berjarak beberapa meter, kenapa kamar itu terasa amat jauh bagi Jae in?

Saat masuk ke kamar  nafasnya sesak. Ia tersengal-sengal mencari udara segar. Kamar mandi. Kaki nya sedikit berlari menuju ruangan basah itu. Memutar tergesa kran shower dihadapannya. Membuka jaket tebal pemberian Donghae.  Air dingin mengucur deras membasahi setiap inci tubuh Jae in yang masih terbalut pakaian.

“ Kotor, ini harus di bersihkan,” ucapnya bergetar seraya menggosok tepi lengan  serta leher putihnya.

“ Kenapa tidak bisa bersih ?!” isaknya keras. Cairan bening kelopak matanya tersamar oleh air yang membasahi.

Jae in terus menggosok setiap inci dari tubuhnya yang telah di jamah laki-laki brengsek tadi. Tubuhnya bergetar. Kedinginan dan ketakutan. Sudut matanya menangkap sikat kecil di area kamar mandi. Secepat kilat meraih dan kembali menggosoknya ke tubuh. Sakit. Perih. Lengan dan lehernya berubah lebam kemerahan. Darah segar  samar-samar ingin keluar dari kulit wanita itu.

“ Arrgghhhh !! aku wanita kotor !” pekik Jae in frustasi. Ia hempaskan sikat tak berdosa dengan bengis. Tubuhnya meringsuk lemas di lantai. Gemetaran. Menangis terisak sejadi-jadinya mengingat peristiwa pahit dan memilukan tadi. Kenapa harus aku? Aku harus menyalahkan siapa. Kotor. Kesucian itu telah ternoda.

“ Jae in.. Jae in. Sudah chagi keluarlah kau bisa sakit,” panggil eomma  panik. Menggedor pintu kamar mandi yang memisahkan mereka.  Tetesan-tetesan air mata wanita itu ikut menghujani hari ini. Ibu mana yang tidak sakit mendengar peristiwa memilukan yang terjadi pada anaknya. Hatinya tersayat-sayat tatkala Donghae menjelaskan detail peristiwa terkutuk silam.

Chagi keluarlah ibu ingin memelukmu. Kau tidak kotor, ”  Ibu menangis saat mendengar pernyataan Jae in. Berusaha menenangkan anaknya meskipun percuma. Hal yang paling di inginkan adalah memeluk anak nya.

“ Aku kotor eomma.  Aku kotor. Eomma jangan mendekati wanita kotor sepertiku.”

Donghae hanya bisa menatap dari tepi pintu kejadian itu. Pilu. Semua orang tersakiti. Semua orang menderita. Wajahnya menengadah menatap langit-langit kamar Jae in; berusaha menahan kantong matanya jebol. Ia mengigit tepi bawah bibirnya menahan isakan. Tapi percuma air matanya benar-benar sukses menetes.

Drrrt drrttt. Ponsel Jae in tak henti-hentinya bergetar. Donghae sedikit terusik dengan suara tersebut. Ia mencari sumber suara benda itu. Tas Jae in yang telah terkapar, benda-benda di dalamnya berserak tak beraturan. Ponsel Jae in tak henti-hentinya berdering. Siapa lagi jika bukan Ryeowook.

“ Tuan penguntit,” guman Donghae. Siapa dia? Selama ini Jae in tak pernah bercerita sedikit pun tentang Ryeowook. Batinnya menggelitik membuka pesan-pesan Ryeowook. Tapi tepat ketika ujung jarinya  menekan ponsel , pintu kamar mandi Jae in terbuka. Sontak Donghae pergi meninggalkan kamar penuh sesak tangis ini. Ia ingin membiarkan kedua wanita sedarah itu menumpahkan kesakitannya. Membiarkan rangkulan hangat seorang ibu menenangkan Jae in.

                        ****

Mentari itu masih tetap setia menemani. Tetap setia menyinari bumi kelam ini. Kehangatan yang entah sampai kapan. Hanya Allah Maha Mengetahui.

Yeoja itu masih menatap kosong jendelanya. Menerawang jauh mencari sisa-sisa kebahagiaan. Jemarinya mengenggam erat tasbih. Seolah-olah tak ingin kehilangan benda kecil itu. Empat hari sejak kejadian malam itu, Jae in masih tetap mengurung diri. Pernah sekali ia melangkah keluar rumah tapi batinnya kembali terkoyak tatkala mendengar namanya diperbincangkan orang sekitar. Apakah ia harus berpura-pura bodoh? Tidak. Jae in tetaplah manusia yang memiliki ego dan perasaan muak terhadap sesuatu.

Drrrtt. Drrttt.

Lagi-lagi ponsel Jae in tak berhenti menyala. Kadang kala ia merasah bersalah. Bukan, ia benar-benar merasa bersalah pada laki-laki itu. Dia tidak bersalah lalu kenapa harus menyakitinya? Jemari jae in menggapai ponsel. Menatap nanar nama yang tertera diponsel.

Manik-manik bola matanya kembali mengeluarkan cairan ampuh itu.  Rindu, sangat merindukan  Ryeowook. Ragu semakin besar di fikiran Jae in. Haruskah ia menghindar lagi. Jemarinya sudah sangat dekat menekan gambar berwarna biru. Tangannya bergetar hebat. Ia menghembuskan nafas berat dan mengembalikan ponselnya tergeletak. Belum saatnya batin Jae in.

“ Jae in,” panggil eomma lembut. Ia menepuk bahu rapuh Jae in.

Gwenchana?” Ibu khawatir saat melihat mata jae in kembali membengkak.

Gwenchana eomma,” balas Jae in seraya mengusap bekas air mata dipipi. Ia tersenyum simpul menenangkan wanita di depannya.

“ Donghae ada di depan, kau sapa ne?”

Nde eomma.

____

Donghae duduk diam menunggu Jae in dan eomma nya keluar. Terlihat gurat-gurat gugup membayangi tingkah laki-laki itu. Ia menggoyangkan kaki kanannya berusaha mencari kepecayaan diri dan ketenangan.

Oppa ada apa?” senyum jae in tersungging di sudut bibir. Jae in berusaha tersenyum menyambut kali-laki penyelamatnya. Laki-laki yang di utus Allah untuk menyelamatkan jiwanya. Terlalu banyak rasa terima kasih sehingga tak dapat lagi terucap di mulut Jae in.

“ Jae in, bagaimana keadaanmu?”

Jae in hanya menggangguk pelan seraya tersenyum simpul membalas pertanyaan Donghae. Apakah ia bisa menjawab baik-baik saja sekarang? Tidak. Munafik bila ia berucap baik-baik saja. Hatinya sampai sekarang sakit. Hatinya sampai saat ini masih teriris pilu. Semua fikiran dan batinnya lelah. Lelah memikirkan rasa rindu pada Ryeowook. Lelah mengatasi rasa rindu yang terus memberontak untuk Ryeowook.

“ Emmm, ahjumma saya datang kemari-” ucapan Donghae terhenti. Gugup. Jantungnya berlonjak tak beraturan. Kesepuluh jarinya saling bertaut pertanda berfikir. Ia menarik nafas dalam-dalam berusaha menenangkan diri.

Ne, waeyo donghae-ya?”

“ Saya meminta izin untuk menikahi Jae in,” ucap Donghae penuh keyakinan.

Jae in terhenyak. Tubuhnya tercekat. Bagaimana bisa donghae berfikir hingga seperti itu? Wajahnya datar. Kosong. Membatu tanpa suara. Menatap intens wajah penuh keyakinan laki-laki yang telah ia anggap kakak. Apa yang harus ia lakukan? Jantungnya semakin teriris sekarang. Seakan seseorang membedah jantungnya tanpa menggunakan bius. SAKIT !

(Ya Allah, hamba harus bagaimana lagi?)

 

TES! Lagi-lagi cairan bening matanya setia menemani. Wajahnya tertunduk tak berdaya. Tidak ada satu detikpun tanpa air mata untuk Jae in sekarang. Entah dia harus bahagia atau bersedih mendengar penuturan singkat donghae. Bingung. Fikirannya mengambang jauh. Di otaknya hanya satu nama. Kim Ryeowook. Bagaimana dengan namja yang mati-matian mempertahankan hubungan penuh kerikil ini. Namja yang  rela membiarkan tubuhnya sakit hanya untuk melihatnya dari jauh. Hingga saat ini mungkin namja itu bisa gila memikirkan keberadaan Jae in. Ya. Sejak Ryeowook pulang tepat saat kejadian memilukan itu, Jae in tak membiarkan Ryeowook melihatnya. Ia memberikan sejuta alasan menjauhi laki-laki yang dicintainya. Membiarkan kebohongan bodoh lewat bibir ahjumma pengurus rumah.

Oppa jangan membuat keputusan hanya karna kasihan. Aku bukan wanita selemah itu,” ucapnya lemah. Ia menangis dalam diam. Benar, Jae in bukan wanita selemah di bayangkan. Hatinya tetap bersyukur masih di beri nafas hingga saat ini.

Anni Jae in. Kau sudah tau dari dulu oppa menyayangimu sama seperti aku menyayangi ibuku sendiri. Aku tidak sanggup orang-orang menggunjingkanmu. Aku yang akan melindungimu.”

Hening. Jae in tak dapat menjawab pernyataan Donghae. Narasi yang menghanyutkan. Hati Jae in tersentuh. Ini terlalu berat. Tangannya meremas kuat tepi baju yang ia kenakan. Pilihan yang sama-sama membunuhnya perlahan. Air matanya semakin deras mengalir. Ia terisak dalam diam. Tangis kesedihan dan tangis keharuan bercampur sempurna.

Jika wanita ini menyetujui usualan Donghae, mungkin hatinya tak terima. Tapi jika ia menolak, hatinya juga tak bisa berbuat apa-apa menghadapi Ryeowook. Ia tidak bisa menghancurkan impian Ryeowook yang baru saja terbuka lebar  hanya karna scandal kejadian kelamnya. Memusingkan. Kepalanya seakan dihujam batu tepat di tengkuk.

“ Fikirkan itu baik-baik Jae in. Eomma hanya ingin anak eomma bahagia,” ucap eomma lembut seraya mengusap kepala yang berbalut jilbab.  Tidak. Eomma Jae in sampai saat ini juga sakit mendengar ocehan bodoh orang-orang tentang anaknya. Ia hanya menutup telinganya rapat-rapat.

            ****

Ting tong…!

Suara lantang pekikan bel rumah menghentikan aktivitas ahjumma pengurus rumah tangga Jae in. Kakinya bergegas pergi membuka pintu berlapis kayu itu. Saat di buka, tampak laki-laki tampan dengan senyum khas serta teduhnya menyambut.

Annyeong. Apa –”

“ Ah tuan lagi. Jae in masih pergi ke rumah neneknya tuan,” ucap ahjumma menghentikan pertanyaan Ryeowook. Ya, sebelum di tanya ahjumma tau persis arah pertanyaannya.

“  Benarkah,” gumamnya pelan. Ia tertunduk kecewa. Satu minggu ia mencari dan menunggu Jae in tetap tidak ada kabar. Ia benar-benar bisa gila sekarang. Dimana Jae in? Apakah harus mengejarnya hingga ke kutub utara agar ia bertemu wanita itu? Semakin lama rasa rindu itu menyakitkan. Membelah urat nadinya.

Sedangkan Jae in menatap sedih punggung Ryeowook yang menjauh dari jendela kamarnya. Ia ingin merangkul laki-laki itu. Tapi tidak mungkin. Telapak tangannya menyentuh jendela seolah menggapai tubuh kurus Ryeowook. Ia menutup mata perlahan menahan air keluar dari kelopak matanya.

****

Drrttt drttt.

Untuk kesejuta kali panggilan serta pesan Ryeowook masuk ke ponsel Jae in. Dan kali ini Jae in tak dapat menahannya lagi. Ia meraih ponsel  dan menjawabnya. Rasa di hatinya sudah menggebu. Terserah dengan rasa bersalahnya. Ia hanya ingin mendengar suara candu itu.

“ Wookie-ya..” getaran suaranya terdengar jelas.

“ Jae in !! Kau kemana saja ? Kau tak apa-apa kan. Kau dimana?  Apa yang terjadi? Apa kau sakit? Kau membuatku gila. Aku benar-benar merindukanmu Jae in-ah,” ucap Ryeowook bertubi-tubi lontarkan. Bibirnya bergetar. Air matanya menetes perlahan. Akhirnya wanita ini menjawab. Akhirnya ia mendengar suara dan nafas Jae in.

“ Heiii apa kau tak bisa bertanya satu-satu?” lirih Jae in. Sakit. Jantungnya serasa di remas saat namja ini sangat mengkhawtirkanya. Sedangkan ia hanya memikirkan dirinya sendiri. Mengurung kesedihannya.

“ Tidak ! terlalu banyak pertanyaan dikepalaku hingga ingin pecah.”

Mianhae wookie.”

“ Sudahlah besok aku ingin menemuimu. Akan ku jemput kau besok. Arraseo ?!”

Arraseo.” Pip. Sambungan telfon putus. Dadanya sesak mengingat semua kejadian belakangan ini. Tubuh jae in lemas. Tak dapat lagi menopang berat badannya.

@ Namsan Hill,  Seoul -Korea Selatan-

Awan berarak membentuk gumpalan padat melengkung indah. Benda itu hanya air yang menguap ke atas langit, tapi mengapa sangat teduh. Bagaimana bisa Tuhan menciptakan dari sesuatu yang kecil membentuk sesuatu yang luar biasa seperti payung langit ini. Allah Maha Besar.

“ Jae in –ah, aku merindukanmu,” lirih Ryeowook. Tiga bulan lebih ia merindukan wajah wanita ini. Tiga bulan lebih ia menahan egoisme rindu yang terkadang menerjang jiwanya.

“ Sudah berapa puluh kali kau mengatakan itu dalam satu hari ini, ohk?” sergah Jae in. Ia tersenyum mendengar penuturan sama laki-laki didepannya. Senyum yang telah lama mengendap  saat terakhir kali kejadian malam itu. Ini bukan senyum palsu. Hanya untuk ryeowook ia bisa melupakan sedikit kesakitannya.

“ Wookie-ya apa kau baik-baik saja disana? Apa tidak ada sesuatu yang istimewa?” selidik Jae in menggoda.

“ Yak ! bagaimana aku bisa baik-baik disana ? sedangkan fikiranku tertinggal di korea. Kau tau bagaimana cemasnya aku memikirkanmu?”

Jae in hanya tersenyum simpul mendengar jawaban Ryeowook. Berusaha senormal mungkin dihadapan namja ini. Tapi seketika perasaan bersalahnya menyeruak. Ia memalingkan wajah nya dari Ryeowook. Menutupi tangisan.

“ Jae in..”

“ Ne?”  jawab Jae in singkat seraya mengusap air mata dengan punggung tangan.

“ Kenapa kau tidak memanggilku oppa ? semua yeojachingu orang begitu. Terkadang aku juga ingin dipanggil oppa. Hanya kau yang tidak,” degus Ryeowook kesal.

Gleeek! Jae in menenguk ludahnya; gugup. Benar. Sampai saat ini tak pernah terfikirkan memanggil laki-laki ini ‘oppa’.

Op..pa” ucap Jae in terbata. Bibirnya terasa berat.

“ Lagi ayoooo !”

“ Wookie oppa” jae in melemah mengatakan hal ini. Malu. Entah mengapa laki-laki ini selalu membuatnya malu dan bertekuk lutut.

“ Pintar” ucap ryeowook seraya mengusap pelan kepala Jae in. Ia benar-benar merindukan aktivitas ini.

____

“ Jae in.”

“ Wookie”

Ucapan mereka terhenti saat mendengar bibir keduanya serempak memanggil. Ryeowook tersenyum manis melihat Jae in. Demi apapun ia sangat merindukan wajah cantik wanita ini.

“ Kau duluan”

“ Emmmm. Mianhae wookie-ya”

“ Untuk ??”

Tangan Jae in bergetar saat mengeluarkan amplop berlukiskan indah dari tas nya. Demi Tuhan,  ia tak sanggup. Jika bisa memilih lebih baik ia pergi ke pulau terpencil dan mengurung diri disana. Tapi ini sudah menjadi keputusannya. Keputusan jahat! Keputusan yang menyakiti Ryeowook dan juga menyelamatkan karier Ryeowook. Ia hanya tak ingin menghancurkan impian laki-laki itu.  Jae in juga tak bisa membiarkan eomma nya menangis mendengar hujatan orang-orang tentang dirinya. Dan lagi, bagaimana bisa ia berterima kasih dengan Donghae jika bukan dengan cara seperti ini?

Mianhae Wookie-ya” bibir jae in bergetar. Manik-manik bola matanya kembali mengeluarkan tetesan air asin itu.

Mata ryeowook memincing bingung menangkap arah pembicaraan jae in. Perlahan ia membuka amplop itu.

BRANG!

Tubuhnya tercekat kaget. Jantungnya seakan dilepas paksa. Tamparan keras tepat di kedua pipinya. Tidak! Ini tidak nyata. Matanya mengerjap cepat berusaha kembali membaca tulisan di kertas itu.

‘ Donghae & Jae in’

 

Jari-jari ryeowook bergetar hebat. Kepalanya menggeleng cepat. Ini tidak nyata. Ia berusaha menyakinkan bahwa ini tidak nyata.

“ Lelucon. Sangat lucu Choi Jae in ha ha ha.” Ryeowook berusaha tertawa. Ia tertawa sinis layaknya orang gila.

Mianhae.

“ Tidak, tidak, ini pasti mimpi. Ini hanya mimpi bodoh. Aku harus bangun. Harus !” Ryeowook benar-benar tak percaya. Ia masih menggagap ini mimpi. Tangannya menepuk keras wajah dengan sejuta ekspresi terkejut itu.

“ Wookie. Aku mohon,” lirih Jae in seraya menahan Ryeowook menyakiti dirinya sendiri.

“ TIDAK ! ini lelucon gila ! ini pasti mimpi buruk ! jae in tolong bangunkan aku. Ini sangat menyakitkan,” isak Ryeowook masih tak percaya.

`TBC`

3 thoughts on “Destiny, Miss Hijab ( Last sequel part 2 )

  1. Eohh aku nangis 😦
    Yah beginilah nasib kalau berbeda..
    Author, karena penasaran pas baca I’m Not a Monster di SJFF, aku jadi kesini hehe
    Fanfict mu keren banget!
    Kepp writing thor! Ditunggu next part nya!

  2. Yakk eonni….. Kmu bkin aku hampir nangis 😥 untung aj aku lg disekolah klo dirumah tangis aku udh pecah deh 😥 huaaaaa

Leave a comment